Autogear.id - Hingga saat ini pertumbuhan mobil listrik (Electric Vehicle ) di dunia maupun di Indonesia terus menunjukkan peningkatan. Sejumlah produsen kendaraan, baik itu roda empat maupun roda dua di Tanah Air semakin memperbanyak varian mobil listrik, plug-in EV ataupun hybrid.
Ujung-ujungnya semua bermuara kepada perwujudan kendaraan ramah lingkungan, dengan menekan emisi gas buang, serta efisiensi bahan bakar.
Perihal produsen yang concern di mobil listrik dan hybrid bisa dibilang Nissan Indonesia salah satunya. Merek yang berada di bawah naungan Indomobil Group ini memiliki Nissan Kicks E-Power dan Nissan Leaf.
Dalam sebuah obrolan virtual santai bersama media otomotif, Rabu (6/10), ke depan Nissan memberi jaminan lebih memperbanyak produksi mobil listrik, dan memboyongnya ke Indonesia, terutama model e-power.
Di sisi lain, mungkin sebelumnya ada pertanyaan, sebenarnya sejak kapan kendaraan listrik itu dibuat di dunia?
Dari sebuah bincang-bincang santai, yang digagas Padepokan ASA Wedomartani dengan narasumber Noval Dias, selaku tim riset mobil listrik BMW di Jerman, Minggu (3/10) mengatakan, mobil dengan tenaga listrik dari baterai pertama dibuat di negara Skotlandia pada tahun 1837.
Kemudian dijelaskannya lagi, melansir BBC News, mobil listrik telah digunakan sebagai taksi di London, Inggris dan New York pada akhir abad ke-19.
“Seiring waktu berjalan, ketika itu harga minyak dunia mulai murah. Kendaraan bertenaga bensin, diesel, uap lebih populer. Membuat mobil listrik mulai ditinggalkan”, ucapnya.
Tetapi kini mulai berbalik. Harga minyak dunia yang lebih mahal dan terus menipis, sampai pada akhirnya diperlukan tenaga penggerak alternatif. “Sebut saja listrik, hidrogen, LNG, LPG, minyak kelapa sawit, dan lainnya’, kata Dias.
Lalu kembali timbul pertanyaan, mengapa mobil listrik? Menurut Dias karena memang secara operasionalnya, mobil listrik jelas rendah emisi, dan lebih efisien.
Dimana 95% energi listrik yang dihasilkan berubah menjadi gerak. “Sebagai perbandingan, mesin konvensional hanya 30% berubah menjadi gerak”, ungkapnya.
Belum lagi disebutkan di awal, harga minyak dunia terus meningkat, sementara cadangannya kian menipis. Pun bicara biaya perawatan, mobil listrik lebih rendah, serta di sejumlah negara besar penjualan mobil listrik mendapatkan insentif pemerintah.
“Ada yang mempertanyakan apakah mobil listrik aman? Sejauh ini saya belum pernah baca berita pengemudi dan penumpang mobil listrik tewas di dalamnya karena kesetrum, ketika turun hujan misalnya”, jelas Dias sedikit tertawa.
Adapun mengenai potensi kendaraan listrik di Indonesia, diakui Dias sangatlah besar. Cadangan nikel terbesar di dunia ada di Indonesia. Menurut Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI), Indonesia memegang 23,7% nikel dunia. Dari sisi hulu ada sekitar 310 perusahaan pertambangan nikel. Seperti diketahui, nikel sebagai bahan dasar pembuatan baterai.
Kemudian terkait komitmen pemerintah Indonesia, yang serius ingin mengurangi emisi gas buang menjadi 29% pada 2030. Begitu pula insentif pemerintah untuk investor kendaraan listrik.
“Tentunya juga insentif pemerintah bagi konsumen, dengan pemberlakuan PPnBM 0% pada mobil listrik, serta peniadaan peraturan ganjil-genap di kota”, pungkas Dias.
(acf)