Autogear.id – Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta beberapa puluh tahun lalu sempat memiliki banyak Becak. Kendaraan yang dikayuh pengemudinya di belakang, dengan penumpangnya duduk di depan. Beroperasi manual, tanpa mesin dan bukan bertenaga listrik.
Sekarang ini, salah satu yang masih mempertahankan kendaraan Becak adalah Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Uniknya, di sana malah menemukan inovasi terbaru, dimana Yogyakarta kini memiliki Becah alias Becak Kayuh bertenaga alternatif sebagai moda transportasi tradisional. Sebagai pembeda dengan Becak konvensional, Becah ini memiliki fitur modern yang membuat pedalnya semakin ringan untuk dikayuh.
Moda transportasi yang dikembangkan oleh Balai Latihan Pendidikan Teknik (BLPT) DIY itu diproduksi dengan dana keistimewaan, dan siap dioperasikan pada awal 2024. Salah satu kendaraan tradisional ikonik itu dilestarikan dengan mempertahankan ciri khasnya, yaitu tetap dikayuh. Namun didukung dengan sistem penggerak (pedal assist) bertenaga listrik.
Setelah disematkan tenaga penguat laiknya sepeda elektrik tersebut, diharapkan pengemudi merasa lebih ringan mengayuh moda transportasinya itu. "Adanya penggunaan teknologi tentunya menjadi suatu hal yang memungkinkan. Selama sesuai dengan ketentuan yang berlaku," kata Kepala Dinas Perhubungan DIY, Ni Made Dwipanti Indrayanti, dikutip dari Antara.
Keberadaan Becak Kayuh bertenaga alternatif, lanjut Made, juga sekaligus mendukung terwujudnya "low emission zone" atau zona rendah emisi di kawasan Sumbu Filosofi Yogyakarta, yang telah ditetapkan UNESCO sebagai warisan budaya dunia. "Dengan ditetapkannya Sumbu Filosofi sebagai warisan dunia oleh UNESCO, maka terdapat konsekuensi untuk menjaga kebersihan lingkungan dari polusi udara," katanya.
Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta juga meresmikan salah satu stasiun pengisian daya baterai dari kendaraan tersebut, yang berlokasi di Taman Parkir Ketandan, di jalan Ketandan Wetan, Ngupasan, Kecamatan Gondomanan, Kota Yogyakarta.
Wakil Gubernur DIY, KGPAA Paku Alam X, mengatakan Becak selama ini merupakan salah satu ikon DIY, serta bagian tak terpisahkan dari nostalgia tentang Yogyakarta. Menurut Paku Alam, agar tetap hidup, tradisi atau budaya tidak boleh stagnan. Seraya mengikuti dinamika zaman, tanpa harus menghilangkan esensi tradisi atau budaya dimaksud.
Hal ini juga sejalan dengan semangat dalam memanusiakan manusia. "Ada pula kewajiban untuk memanusiakan manusia yang harus terus diupayakan. Terlebih karena ini sudah menjadi komitmen jangka panjang DIY. Untuk itu, saya mengapresiasi diluncurkannya inovasi moda transportasi ini, yaitu dengan tenaga alternatif, beserta sarana prasarana pendukungnya," ungkap Paku Alam X.
(uda)