Autogear.id - Tahun 2022 banyak hal berubah dengan pemanfaatkan kanal digital di berbagai sektor. Terbaru adalah kanal metaverse yang kini mulai juga dirambah beberapa pabrikan otomotif, baik di sektor global maupun di lingkup negara seperti di Indonesia. Kondisi ini pun mengundang pertanyaan besar, apakah ini benar-benar menguntungkan atau hanya ikut yang sedang tren saja?
Founder sekaligus CEO PT Sinergi Teknologi Terpadu Indonesia (STTI) produsen dan penyedia layanan GPS pelacak yaitu StartGPS, Hartono Budiman pun membahas soal ini. Menurutnya secara pribadi, Ia agak sanksi dengan komitmen industri otomotif bermain di segmen metaverse ini. Mengingat itu adalah virtual dan tidak ada efek langsung yang bisa dirasakan secaya nyata.
"Saya melihat banyak tren baru yang ada di industri digital dan banyak juga yang mampu memanfaatkannya sebagai keuntungan bersama. Namun penting untuk dipahami bersama bahwa perlu analysis yang lebih jauh soal sisi yang bisa memberikan benefit, baik bagi perusahaan yang bermain di dalamnya, maupun orang per orang yang akan jadi konsumennya," ujar Hartono.
Ia melanjutkan bahwa jika memang benefitnya sudah kelihatan dan ketahuan, maka itu tak ada masalah. Namun jika bagi mereka yang baru bermain di dalamnya kemudian sudah mengeluarkan dana besar untuk beli ini dan itu dalam dunia virtual tanpa tahu apa benefit yang bisa diraih konsumennya di dunia nyata, menurutnya itu cukup berisiko tinggi.
Baca Juga:
Anti-Mainstream, Goodyear Fous Riset Ban untuk di Bulan
"Nah, misalnya kalau ditanya apa keuntungan langsung bagi konsumen yang ingin membeli kendaraan di dunia metaverse? Toh kendaraannya tak bisa digunakan di dunia nyata, ibaratnya kita membeli kendaraan di game seperti Need For Speed atau game otomotif lainnya. Tapi mobil itu hanya bisa digunakan di game. Mungkin ada baiknya diterapkan untuk pembelian kendaraan dengan sistem pemesanan yang bisa dilakukan di dunia metaverse. Tapi kendaraannya kita beli secara nyata."
Lanjutnya, bahwa dunia metaverse harusnya jadi add value saja, sehingga konsumen merasa bahwa mereka juga diedukasi untuk akrab dengan dunia metaverse. Tanpa adanya edukasi untuk mengakses dunia metaverse, Hartono menganggap bahwa ini akan menyulitkan brand yang bermain di industri metaverse itu sendiri yang akan kesulitan.
"Jadi misalnya mereka bisa membeli mobil di dunia metaverse, ya mobil yang didapat mobil di dunia nyata sementara versi virtual mobil itu juga mereka miliki di metaverse. Nah, misalnya kalau mereka ingin memodifikasi mobilnya, bisa melihat preview di versi metaverse, sehingga lebih ril sebelum membeli komponen apa yang ingin mereka modifikasi di dunia nyata."
Terakhir, Hartono menegaskan bahwa memanfaatkan dunia metaverse ini sangat bisa dilakukan jika pemanfaatannya benar. Mereka bahkan sudah melakukan riset untuk produk GPS dan layanannya seperti apa di dunia metaverse. Menurutnya, ini adalah hal penting selama konsumen bisa mendapatkan benefit nyata dari sana. Bukan hanya versi virtualnya saja.
(uda)